Sebuah kisah menarik mengenai salah satu nabi Allah, Zulkifli, yang namanya disebutkan dalam Alquran. Namun, kisah ini juga sering dikaitkan dengan tokoh Buddha, khususnya Sidharta Gautama, pendiri agama Buddha. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi kisah Nabi Zulkifli dan potensi keterkaitannya dengan Buddha.
Nabi Zulkifli dalam Alquran
Nama Nabi Zulkifli disebutkan hanya dua kali dalam Alquran, yaitu dalam Surat Shad ayat ke-48 dan Surat Al Anbiya ayat ke-85. Meskipun tidak secara tegas disebutkan bahwa beliau adalah seorang nabi, namun disebutkan bersamaan dengan nabi-nabi lain, menyiratkan bahwa Zulkifli mungkin juga seorang nabi. Sebagian ulama berpendapat demikian, termasuk Imam Ibnu Katsir.
Pendapat Ulama Mengenai Zulkifli
Pendapat mengenai status Zulkifli sebagai nabi tidak selalu sejalan. Beberapa ulama, seperti Imam Ibnu Jarir at-Thabari, berpendapat bahwa Zulkifli mungkin bukan seorang nabi, melainkan seorang yang sholeh dan adil. Nama Zulkifli juga dianggap sebagai julukan atau nama kehormatan, bukan nama aslinya, menurut Ibnu Katsir. Beliau juga menyebutkan bahwa Nabi Zulkifli adalah putra dari Nabi Ayub Alaihissalam.
Kisah Hidup Zulkifli
Zulkifli, atau yang disebut juga Basyar, hidup sekitar abad ke-16 sampai 15 sebelum masehi. Beliau diutus Allah Subhanahu Wa Ta'Ala kepada suatu kaum bernama Arami atau Amori, yang tinggal di wilayah sekitar Damaskus, Ria, dan Yordania. Menurut Ibnu Katsir, Zulkifli melanjutkan tugas kenabian dari ayahnya, Nabi Ayub. Namun, pendapat tentang kapan masa diutusnya Zulkifli berselisih, dengan beberapa ulama mengaitkannya dengan Nabi Ilyasa pada abad ke-9 Masehi.
Pemilihan Zulkifli sebagai Raja
Kisah menarik muncul ketika Nabi Ilyasa mencari pengganti sebagai raja yang juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Meskipun ditolak oleh banyak orang, termasuk oleh pemuda bernama Basyar, akhirnya Zulkifli atau Basyar yang dipilih. Ia diberikan julukan "Zulkifli," yang berarti "sanggup," karena kesangguhannya dalam memenuhi syarat-syarat tersebut.
Godaan dan Kesabaran Zulkifli
Zulkifli menghadapi godaan dari iblis yang mengirim syaitan untuk menggoda agar ia melanggar syarat-syarat yang telah ditetapkan. Meskipun mengalami gangguan selama berpuasa, Zulkifli tetap sabar dan tidak tergoyahkan. Iblis menggunakan berbagai trik, tetapi Zulkifli tetap kukuh dalam kesetiaannya pada janji dan tugasnya sebagai hakim dan pemimpin adil.
Perjuangan melawan Pemberontak
Zulkifli juga dihadapkan pada pemberontakan di kerajaannya, di mana sebagian kaumnya ingin menggulingkannya dari jabatannya sebagai raja. Dengan doa dan perjuangan, Zulkifli memimpin pasukan melawan pemberontak. Allah mengabulkan doanya, dan tidak ada satupun anggota pasukannya yang tewas dalam pertempuran, menunjukkan dukungan Ilahi kepada Zulkifli.
Tafsiran Kontroversial
Beberapa tafsiran kontroversial muncul, menyebutkan bahwa Zulkifli mungkin identik dengan tokoh Buddha, Sidharta Gautama. Beberapa argumen disampaikan, seperti penggunaan kata "kifli" yang dianggap sebagai bentuk Arab dari "Yehezkiel," nama yang dihubungkan dengan Buddha. Namun, pandangan ini bukanlah konsensus di kalangan ulama.
Pandangan Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah mengemukakan pandangannya mengenai agama Buddha dalam konteks surah An-Naba ayat 1-3. Beliau menyatakan bahwa agama Buddha dianggap sebagai agama yang jauh dari kebenaran, diikuti oleh agama Kristen dan Yahudi yang lebih mendekati kebenaran. Islam, sebagai agama terakhir, dianggap sebagai agama yang paling sempurna dan benar menurut Ibnu Taimiyah.
Kesimpulan
Kisah Nabi Zulkifli memberikan pelajaran tentang kesabaran, keadilan, dan keteguhan iman dalam menghadapi cobaan. Meskipun terdapat pandangan kontroversial mengenai keterkaitan dengan tokoh Buddha, tetapi inti dari kisah ini adalah keteguhan hati Zulkifli dalam menjalankan tugas kenabiannya. Setiap pandangan kontroversial perlu diteliti dengan cermat dan tidak boleh mengaburkan esensi dari pesan yang ingin disampaikan dalam kisah ini.
Penulis:bisma